Minggu, 25 Januari 2015

Analisa Masalah Industri

Medan, (Analisa). Sejak tahun 2006 industri di Indonesia menghasilkan 26.514.883 ton limbah Bahan Berbahaya Beracun (B3). Limbah yang dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup itu tersebar di berbagai sektor industri.

Limbah B3 itu meliputi industri kimia hilir sebanyak 3.282.641 ton B3, industri kimia hulu 21.066.246 ton B3, industri logam mesin tekstil aneka sebanyak 1.742.996 ton, industri kecil menengah 423 ton. 

Ditambah lagi Indonesia juga mengimpor B3 setiap tahun dari Jepang, Cina, Prancis, Jerman, India, Belanda, Korea, Inggris, Australia yang diperkirakan berjumlah 2,2 juta ton.

“Limbah B3 ini dapat menimbulkan bahaya bagi lingkungan hidup, keselamatan manusia dan makhluk hidup lainnya jika tidak dikelola secara benar,” tegas Prof Syamsul Arifin Ketua Panitia Seminar Nasional dan Pertemuan Pembina Hukum Lingkungan (PPHL) se Indonesia dengan tema Satukan Langkah Lindungi Ekosisten Pesisir dari Dampak Perubahan Iklim diselenggarakan oleh Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara, baru-baru ini.

Oleh karena itu, lanjut Syamsul Kementerian Lingkungan Hidup bekerjasama dengan Fakultas Hukum Universitas Sumatera Utara (USU) menyelenggarakan seminar tersebut dengan menghadirkan para pakar lingkungan maupun akademisi bidang lingkungan serta Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sumut DR Ir Hidayati MSi sebagai pembicara.

Asal Rumah Sakit

Lebih lanjut dikatakan Syamsul, limbah B3 yang dihasilkan itu berasal dari rumah sakit, industri, pertambangan, pemukiman yang belum dikelola secara serius, meskipun Indonesia telah meratifikasi basile convention dan memiliki Undang-Undang No. 19 tahun 2009 tentang pengesahan bahan pencemar organik diikuti PP Tahun 1971 tentang pengolahan limbah B3 dan Undang-Undang 32 tahun 2009 tentang perlindungan dan pengelolaan lingkungan hidup.

Dalam undang-undang itu telah diatur kewajiban dari pengelolaan limbah B3, penghasil, penyimpan, pengguna, pengangkut dan pengedar. Sampai saat ini hanya ada satu fasilitas pengelolaan limbah B3 yang dikelola swasta di Cibinong. 

“Namun kenyataan tingginya biaya, rumitnya pengelolaan B3, rendahnya pemahaman masyarakat terhadap limbah dan bahaya B3 ini menjadi kendala untuk mengelola B3. Oleh karena itu, hal inilah yang perlu dibahas,” jelas Syamsul yang juga Wakil Himpunan Pembina Hukum Lingkungan Indonesia ini.

Sementara Kepala BLH Sumut Dr Ir Hidayati MSi mengungkapkan, dalam menangani persoalan limbah B3 di Sumut, BLH Sumut sudah melakukan mekanisme koordinasi berupa penguatan kelembagaan dengan meningkatkan peran serta pemerintah provinsi dan pemerintah kabupaten/kota. 

“Selain itu, BLH Sumut juga melakukan peningkatan koordinasi antara Kementerian Lingkungan Hidup, Pemerintah Provinsi dan pemerintah kabupaten/kota untuk menangani limbah B3 ini,” jelas Hidayati.

Dalam seminar yang diikuti seluruh dosen fakultas hukum dari semua universitas di Indonesia sebagai peserta, turut menghadirkan pembicara lainnya, Prof Dr Urip SH dari USU, Aston Siregar dari Asosiasi Pengelohan Limbah B3 Indonesia, Himsar Sirat SH Asisten Deputy Penegakan Hukum Lingkungan Hidup KLH, Kabid Penaatan dan Komunikasi Lingkungan Dr Indra Utama MSi dan lainnya. (mc)


Komentar pribadi

 Pada kasus di atas benar benar prihatin terhadap apa yang terjadi, karena banyak sekali masalah yang di timbulkan oleh pabrik industri, solusi demi solusi belum tergerak penuh untuk mengatasi masalah tersebut. Begitu krusial masalah limbah pabrik, karena efek atau dampak nya yang di hasilkan itu yang sangat berbahaya. Seperti limbah yang tergolong B3, yang terkandung logam, dan zat berbahaya lainnya. Sampah sampah ini akan menyebabkan kerusakan ekosistem pada lingkungan sekitar pabrik. Ekosistem sangat akan terganggu akan limbah pabrik yang berbahaya, akan mempengaruhi kelangsungan hidup manusia yang bertahan hidup dari penghasilan lingkuan sekitar pabrik, seperti sawah yang akan tercemar, sehingga gagal panen. Ada pun asap pabrik yang mencemari udara yang dapat menyebabkan sakit pada mahkluk hidup yang tinggal di lingkungan pabrik. Hal ini sangat tidak bisa dibiarkan karena sangat berbahaya, pembuatan pabrik industri di lahan yang banyak penduduknya sangatlah tidak tepat karena memperburuk ekosistem sekitar. Salah satu solusi untuk kasus ini adalah pembangunan pabrik harus terletak di daerah yang jauh dari pemukiman penduduk atau perkotaan, seperti di daerah puncak gunung. Hal ini dapat menanggulangi pencemaran udara, karena hutan atau kebun yang menyerap polusi dari pabrik. Dan untuk limbah air pabrik seharusnya membuat recycle limbah atau membuang limbah pada lokasi yang tepat dan tidak pada sumber mata air atau ekosistem ya g di bahayakan.

Kerusakan Lingkungan

    Pabrik menggunakan sumberdaya manusia untuk mengembangkan kemajuan labriknya sendiri, seperti mecari bahan baku untuk keperluan produksi musiknya, di bawah ini merupakan dampak dari ulah manusia yang salah dalam pemanfaatan sumberdaya alam

A.KERUSAKAN LINGKUNGAN KARENA ULAH MANUSIA

pencemaran air sungai.

pencemaran air sungai disebabkan karena pembuangan limbah pabrik dan sampah sampah kesungai.akibatnya terjadi penyakit dan makhluk hidup  yang ada disungai mati dan airnya pun tidak dapat dikonsumsi lagi oleh manusia.cara penanggulangannya yaitu dengan cara tidak membungang sampah sembarangan , jangan membuang limbah kesungai dan melakukan penyaringan .

v  rusaknya terumbu karang

.penyebab  rusaknya terumbu karang yaitu:

  1. Penggunaan bahan peledak, jala tarik, dan racun utuk menangkap ikan
  2. Pencemaran dengan tumpahan minyak, pembuangan bangkai kapal dan pelemparan jangkar reklamasi, serta penambangan pasir
  3. Pembuangan limbah padat atau cair rumah tangga dan industri ke dalam perairan

Akibat dari rusaknya terumbu karang yaitu:

  1. .Biota laut kehilangan Tempat Tinggal untuk berkembang biak dan tempat mencari makanan
  2. Penurunan produksi Ikan yang akan berpengaruh pada sektor sektor industri terkait seperti ekspor ikan, mutiara, wisata bahari, obat obatan, pakan ternak dan kosmetik
  3. .Hilangnya terumbu karang sebagai penahan pesisir pantai dari hempasan ombak

Cara menanggulanginya yaitu:

  1. tidak membuang jangkar pada pesisir pantai secara tidak sengaja akan merusak terumbu karang yang berada di bawahnya.
  2. tidak melakukan penambangan secara sembarangan
  3. tidak melakukan pembangunan pemukiman diareal sekitar terumbu karang
  4. tidak melakukan reklamasi pantai secara sembarangan
  5. menjaga kondisi perairan agar bebas dari polusi
  6. tidak melakukan penangkapan ikan dengan cara yang salah, seperti pemakaian bom ikan

v  banjir.

penyebab terjadinya banjir yaitu karena membuang sampah sembarangan dan juga kurangnya daerah resapan air.dan akibatnya apabila hujan yang lebat selokan solakan dan sungai sungai akan tersumbat oleh sampah sampah,dan akan terjadi banjir.carapenanggulannya yaitu dengan cara membersihkan selokan-selokan atau tempat resapan dan aliran air .

 

penggundulan hutan

penggundulan hutan terjadi karena penebangan pohon-pohon tanpa ada penanaman kembali atau reboisasi.akibat terjadinya hutan gundul ini akan berdampak pada perubahan iklim.iklim akan semakin panas karena hutan itu adalah paru paru dunia.danjuga akan mudah terjadinya longsor apabila ada hujan nyang cukup lebat.carapenanggulangannya yaitu dengan cara melakukan reboisasi,yaitu penanaman kembali pohon pohon.dan salah satu cara lainnya yaitu dengan cara tebang pilih,yaitu memilih pohon yang sudah cukup masanya untuk ditebang.

5.pencemaran udara.pencemaran udara terjadi karena adanya asap asap kendaraan dan juga asap pabrik,dsb.akibat terjadinya pencemaran udara ini adalah suhu dibumi akan menjadi lebih tinggi karena lapisan ozon menipis, terjadinya hujan asam,dan lain lain . Cara penanggulangannya yaitu dengan cara mencari atau menggunakan alternative bahan bakar lainnya seperti tenaga surya.

Masalah Limbah Perindustrian

     Penanganan limbah tekstil di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, kini memasuki babak baru. Sejak 2011, kasus  ini ditangani Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) yang mengkaji dan menghitung kerugian masyarakat dampak limbah. Kepala bidang Pengendalian Pencemaran Lingkungan Daerah (BPLHD) Jawa Barat (Jabar), Suharsono mengatakan, studi lapangan, menghasilkan data valid terus dilakukan KLH. “Besaran kerugian nanti diakumulasikan agar perusahaan-perusahaan yang membuang limbah bisa mengganti. KLH akan menjadi fasilitator menemukan titik temu kesepakatan antara masyarakat Rancaekek dan perusahaan,” katanya di Bandung.

Jika setelah mediasi tak menemukan titik temu, sanksi lebih tegas bisa diberikan kepada perusahaan tekstil yang membuang limbah tanpa prosedur. Sanksi yang diberikan bisa bentuk pidana bahkan pencabutan izin usaha.“Proses kajian sedang berjalan. Paling lama dua tahun sudah selesai. Kita tunggu saja tahun 2013.”

Masalah limbah di kawasan Rancaekek, sudah sejak 1991 dan berlarut-larut. “Limbah industri di Rancaekek bukan permasalahan baru,” kata Suharsono. Dia menilai, masalah ini bak lingkaran setan. Setidaknya ada 35.000 orang menggantungkan hidup sebagai pekerja di perusahaan-perusahaan tekstil  ini. Ini menyebabkan penanganan lewat jalur hukum menjadi sangat sulit.

Dia mengatakan, hingga saat ini setidaknya 450 hektar sawah tercemar dan tidak bisa ditanami lagi. Kerusakan sudah sangat parah. Data BPLHD Jabar, sepanjang 1993 hingga 2008 tercatat 20 laporan resmi masuk. “Agustus 2002 ada kesepakatan antara masyarakat dengan PT. Kahatex, PT. Insan Sandang dan PT. Five Star dalam mengatasi limbah tekstil.”

Kesepakatan itu ditempuh dengan alternative dispute resolution (ADR) ber Nomor 660.3/631/I/2002 tanggal 6 Agustus 2002. Ia berisi beberapa hal untuk jangka pendek dan panjang.

Air sungai di Dusun Jelegong, Rancaekek, Bandung. Foto: Indra Nugraha

Kesepakatan jangka pendek dengan mengoptimalisasikan IPAL sesuai teknis yang direkomendasikan BPLHD Jabar,  normalisasi Sungai Cikijing dan memberikan kompensasi bagi program ini. Adapun besaran kompensasi, PT. Kahatex Rp115, 500 juta, PT. Insan Sandang Internusa  Rp8 juta, dan PT. Five Star Rp7,5 juta.

Untuk jangka panjang, pembangunan IPAL terpadu, pengembangan program community development meliputi penyediaan air bersih, sarana medis dan pengalihan mata pencarian masyarakat  dari sawah ke usaha lain. Juga memfasilitasi dan pembinaan untuk pengembangan peluang dan potensi usaha masyarakat.

Pada 2003, ada upaya penanganan limbah industri, yakni pencanangan mulai feasibility study (studi kelayakan) IPAL Gabungan Industri di Rancaekek. Namun, hingga saat ini pembuatan IPAL gabungan tidak pernah terealisasi. “Karena membutuhkan dana sangat besar.”

Pada 2007, pengaduan masyarakat mengenai pencemaran sungai dan sawah di Rancaekek tinggi setidaknya ada 11 laporan. Pengaduan oleh masyarakat baik, individu, LSM, hingga surat dari DPR RI bahkan komnas HAM.

Isi surat beragam. Ada permohonan investigasi penyakit kulit dan pernafasan, keluhan mengenai dampak negatif boiler batubara PT. Kahatex sampai perihal kerusakan lingkungan pertanian dan eksploitasi air permukaan oleh industri.

Berbagai desakan segera menyelesaikan masalah limbah industri tekstil di Rancaekek menguat. Lahirlah,  tujuh tuntutan masyarakat Rancaekek pada 28 Februari 2008 di BPLHD Jabar, melalui Camat Rancaekek. Ketujuh tuntutan antara lain, pemulihan lahan terkena limbah hingga menjadi lahan produktif, pengawasan tegas dari instansi terkait, terhadap perusahaan, IPAL terpadu jauh dari pemukiman sampai   normalisasi Kali Cikijing, Cimande dan Cikeruh.

Lalu, pada 11 Juni 2008, desakan warga menghasilkan kesepakatan jangka pendek antara PT Kahatex, PT Insan Sandang Internusa, perwakilan masyarakat desa dan instansi terkait. Kesepakatan itu mengharuskan perusahaan optimalisasi sistem kinerja IPAL, pemberian bantuan pinjaman modal UKM dan rekrut tenaga kerja warga sekitar.

Kesepakatan itu ternyata tak menghentikan pencemaran. Maret 2009, PT Kahatex dan PT Insan Sandang Internusa kena sanksi administrasi. Mereka wajib optimalisasi IPAL,  evaluasi proses fisika, kimia,  dan biologi. Perusahaan juga harus mengevaluasi unit proses serta  pengolahan  menghilangkan Na dan Cl. Kedua perusahaan harus membuat kolam  penampungan  limbah akhir dan  memasang alat  monitoring. Lalu, mereka membuat kajian  pengubahan pembuangan dari Sungai Cikijing ke badan air yang lain.